Mpok Betawi: Sang Pembawa Kebahagiaan di Setiap Sentuhan

Posted on

Mpok Betawi: Sang Pembawa Kebahagiaan di Setiap Sentuhan

Sebuah cerita Dewasa seorang pria yang melepas keperjakaannya dengan berhubungan s*x atau ng*nt*t seorang janda bin*l yang tak lain adalah tetangga rumahnya sendiri. Pembaca, aku ingin berbagi pengalaman pertamaku berc*nta dengan wanita. Ini terjadi saat aku baru duduk di bangku SLTP kelas 3. Waktu itu aku tinggal di pinggiran kota Jakarta yang masih banyak penduduk Betawinya.

Di sebelah rumahku tinggal keluarga Betawi, anak lelaki bungsunya teman bermainku. Dia mempunyai 3 orang kakak perempuan. Yang akan aku ceritakan di sini adalah kakaknya yang bernama Alfa. Seorang janda beranak satu. Usianya saat itu kira-kira 38 tahunan.

Sebagai tetangga sebelah rumah, aku cukup akrab dengan semua anggota keluarga, sehingga aku bisa keluar masuk rumahnya dengan leluasa. Oh iya, sebelum aku lupa, mpok Alfa ini orangnya hitam manis dengan pay*dara cukup besar. Entahlah, aku sendiri saat itu tidak tau persis, karena masih ingusan. Yang aku tau, ukurannya cukup membuat anak seusiaku menelan ludah, kalau melihatnya.

Seperti orang Betawi jaman dulu pada umumnya, mpok Alfa ini suka sekali, terutama kalau hari sedang panas, cuma pakai br* saja dan rok bawah. Mungkin untuk mendapatkan kesegaran. Nah aku seringkali melihat si mpok dalam mode seperti ini. Usiaku saat itu sudah memungkinkan untuk berga*rah melihat tonjolan pay*daranya yang hanya ditutupi br*.

Tapi yang paling membuatku menahan nafas adalah bentuk dan goyangan pant*tnya. Pinggul dan pant*tnya bulat dan bentuknya nonggeng di belakang. Kalau berjalan, pant*tnya bergoyang sedemikian rupa membuat ga*rah remajaku yang baru tumbuh selalu tergoda.

Pembaca, mpok Alfa ini sudah tiga kali menjanda, dan semua warga kampung kami sudah tahu bahwa mpok Alfa ini memang nakal sehingga tidak ada pria yang betah berlama-lama menjadi suaminya. Mpok Alfa ini suka sekali menggodaku dengan mengatakan bahwa dia pengen sekali merasakan keperj*kaanku (saat itu aku memang masih perjaka, belum pernah sekalipun merasakan wanita, pacaranpun baru sebatas menc*um dan memeluk saja).

Suatu kali, selepas maghrib, aku ke rumahnya. Tadinya aku ingin mengajak Udin, adiknya yang temanku untuk main. Aku masuk lewat pintu belakang karena memang sudah akrab sekali. Tapi di belakang rumahnya itu, ada mpok Alfa yang sedang duduk di kursi dekat sumur (sumurnya masih pake timba).

Aku bertanya ke si mpok, “Pok, Udin ada?”.
“Kagak, dia ikut baba (Bapak) ama nyak (Ibu) ke Depok”. jawab si mpok.
“Wah, jadi mpok sendirian dong di rumah?” tanyaku basa basi.

“Iya, asyik kan? Kita bisa pacaran”. sahut si mpok.
Aku cuma tertawa, karena memang sudah biasa dia ngomong begitu.
“Duduk dulu dong Wan, ngobrol ama mpok ngapa sih”. katanya.

Akupun duduk di kursi sebelah kirinya, si mpok sedang minum anggur cap orangtua. Aku tahu dia memang suka minum anggur, mungkin itu juga sebabnya tidak ada suami yang betah sama dia.
“Si Amir mana pok?” tanyaku menanyakan anaknya.

“Diajak ke Depok”. sahutnya pendek.
“Mau minum nggak Wan?” dia nawarin anggurnya.
Entah kenapa, aku tidak menolak. Bukannya sok alim membaca, aku juga suka minum, cuma karena orang tuaku termasuk berada, biasanya aku hanya minum minuman dari luar negeri.

Tapi saat itu aku minum juga anggur yang ditawarkan mpok Alfa. Jadilah kami minum sambil ngobrol ngalor ngidul. Tak terasa sudah satu botol kami habiskan berdua. Dan aku mulai terpengaruh alk*hol dalam anggur itu, namun aku pura-pura masih kuat, karena kulihat mpok Alfa belum terpengaruh. Gengsi.

Aku mulai memperhatikan mpok Alfa lebih teliti (terutama setelah dipengaruhi alk*hol murahan itu). Pandanganku tertuju ke t*ketnya yang hanya ditutupi br* hitam yang agak kekecilan. Sehingga t*ketnya seperti mau meloncat keluar. Wajahnya cukup manis, agak ke arab-araban, kulitnya hitam tapi mulus.

Baru sekarang aku menyadari bahwa ternyata mpok Alfa manis juga. Rupanya pengaruh alkohol sudah mendominasi pikiranku. Merasa diperhatikan si Mpok membusungkan d*d*nya, membuat pen*s remajaku mulai mengeras. Dan dengan sengaja dia membuat gerakan menggaruk t*ket kirinya sambil memperhatikan reaksiku.

Tentu saja aku belingsatan dibuatnya. Sambil menggaruk t*ketnya perlahan si Mpok bertanya.
“Wan kok bengong gitu sih?”
Bukannya kaget, aku yang sudah setengah mabok itu malah menjawab terus terang,
“Abis t*t*k Mpok gede banget, bikin saya n*psu aja”.

Eh, dia malah merogoh t*ket kirinya, terus dikeluarkan dari br*nya.
“Kalo n*psu, pegang aja Wan. Nih”, katanya sambil mengasongkan t*ketnya ke depan.
“Diem*t juga boleh Wan”. tambahnya.

Aku yang sudah mabok alkohol, semakin pusing karena ditambah mabok kepayang akibat tantangan Mpok Alfa.
“Boleh pok?” tanyaku lugu.
“Dari dulu kan Mpok udah pengen buka segel Irwan. Irwannya aja yang jual mahal”. katanya sambil memegang kepalaku dengan tangan kirinya dan menekan kepalaku ke arah t*ketnya.

Aku pasrah, perlahan mukaku mendekat ke arah t*ket kirinya yang sudah dikeluarkan dari br* itu. Dan hidungku menyentuh pent*lnya yang cokelat kehitaman. Segera aroma yang aneh tapi membuat kepalaku seperti hilang menyergap hidungku. Dan keluguanku membuat aku hanya puas menc*um dengan hidungku, menghirup aroma t*ket Mpok Alfa saja.

“Waan”. tegur Mpok Alfa.
“Apa Mpok?” tanyaku sambil menengadah.
“Jangan cuma diend*s gitu ngapa. Keluarin l*dah Irwan, jil*tin pent*l Mpok, terus diem*t juga. Ayo coba”. Mpok Alfa mengajariku sambil kembali tangannya menekan kepalaku.

Aku menurut, kukeluarkan l*dahku, dan kujil*ti sekitar pent*lnya yang kurasakan semakin keras di l*dahku. Dan sesekali kuem*t pent*lnya seperti bayi yang meny*su pada ibunya. Ku dengar Mpok Alfa mengerang, tangannya meremas rambutku dan berkata.

“Naah, gitu Wan. Terusin Waann. Gig*t pent*l Mpok Wan, tapi jangan kenceng gig*tnya, pelan aja”. pinta si Mpok.
Akupun menuruti permintaannya. Kugig*t pent*lnya pelan, er*ngan dan des*hannya semakin keras. Dengan lembut si Mpok menarik kepalaku dari t*ketnya, wajahku ditengadahkan, lalu dia menc*um bib*rku dengan penuh ga*rah.

Bib*rku diem*t dan l*dahnya bermain dengan lincahnya di dalam mulutku. Aku terpesona dengan permainan l*dahnya yang baru sekali ini kurasakan. Getaran yang diberikan Mpok Alfa melalui l*dahnya menjalar dari sekujur bib*rku sampai ke seluruh tubuhku dan akhirnya masuk ke jantungku. Aku terbawa ke awang-awang.

TIdak hanya itu, Mpok Alfa menjil*ti sekujur wajahku, dari mulai daguku, ke hidungku, mataku semua dijil*t tak terlewat satu sentipun. Terakhir l*dah Mpok Alfa menyapu telingaku, bergetar rasanya seluruh tubuhku merasakan s*nsasi yang Mpok Alfa berikan ini.

Sambil menjil*ti telingaku, tangannya menarik tanganku dan dibawanya ke t*ketnya, sambil membisikkan,
“Remes-remes t*t*k Mpok dong Waann”.
Aku menurutinya, dan kudengar des*han si Mpok yang membuatku semakin berga*rah, sehingga remasanku pada t*t*knya juga semakin intens.

“Aauugghh.. Sshh.. Naahh gitu Wan”.
Lalu diapun kembali menjil*ti daerah telingaku. Aku semakin terbuai dengan permainan Mpok Alfa yang ternyata sangat mengasyikkan untukku ini. Lalu Mpok Alfa kembali menc*umi bib*rku, dan kami saling berp*gutan.

Aku jadi mengikuti permainan l*dah Mpok Alfa, l*dah kami saling membelit, menjil*t mulut masing-masing. Kembali kurasakan tekanan tangan Mpok Alfa yang membimbing kepalaku ke leher dan telinganya. Akupun melakukan seperti yang dilakukan Mpok Alfa tadi.

Kujil*ti telinganya, dan dia mendes*h kenikmatan. Lagi, dia menekan kepalaku untuk mencapai t*t*knya yang semakin mencuat pent*lnya. Aku mencoba mengambil inisiatif untuk memegang v*g*nanya. Tangan kiriku bergerak turun untuk menyentuh bagian paling int*m Mpok Alfa. Tapi Mpok Alfa menahan tanganku.

“Nanti dong Waan, sabar ya sayaanng”.
Aku sudah gemetar menahan ga*rah yang kurasakan mendesak di sekujur tubuhku.
“Pook, Irwan pengen pook”. pintaku.

“Pengen apa Waan”, tanya Mpok Alfa menggodaku.
“Pengen liat itu”. kataku sambil menunjuk ke selangk*ngan Mpok Alfa yang masih tertutup rok merah dari bahan yang tipis.

“Pengen liat m*m*k Mpok?” Mpok Alfa menegaskan apa yang kuminta.
“Iya pok”. jawabku.
“Itu sih gampang, tinggal Mpok singkapin rok Mpok, udah keliatan tuh”. kata Mpok Alfa sambil menyingkapkan roknya ke atas, sehingga terlihat cel*na d*lamnya yang berwarna biru tua.

Dan kulihat segunduk daging di balik C* biru tua itu. Aku menelan ludah dan terpaksa menahan untuk tidak limbung. Sungguh luar biasa bentuk gundukan di balik C* itu. Aku memang baru pertama kali melihat gundukan m*m*k, tapi aku yakin kalo gundukan m*m*k Mpok Alfa sangat montok alias tembem sekali.

Dan Mpok Alfa memang sengaja ingin menggodaku, dia menahan singkapan roknya itu beberapa lama, dan saat aku ingin menyentuhnya, dia kembali menutupnya sambil tertawa menggoda.
“Jangan disini dong Wan. Ntar kita digerebek lagi kalo ada yang tau”. kata Mpok Alfa sambil berdiri dan menuntun tanganku ke dalam rumahnya.

Bagai kerbau dic*c*k hidungnya akupun menurut saja. Aku sudah pasrah, aku ingin sekali merasakan nikmatnya Mpok Alfa. Dan yang pasti aku sudah telanjur hanyut oleh permainannya yang pandai sekali membawaku ke dalam jebakan kenikmatan permainan sorgawinya.

Mpok Alfa menuntunku ke kamarnya. Tempat tidurnya hanya berupa kasur yang diletakkan di atas karpet vinyl, tanpa tempat tidur. Lalu mpok Alfa mengajakku duduk di kasur. Kami masih berpegangan tangan. Mpok Alfa mel*mat bib*rku, dan kami berp*gutan kembali. Lalu mpok Alfa menghentikan c*uman kami. Dia menatapku dengan tajam, lalu bertanya.

“Wan, kamu bener-bener pengen ngeliat m*m*k mpok?”
Aku mengangguk, karena pertanyaan ini membuatku tidak bisa menjawab. Semakin mabok rasanya. Mpok Alfa kemudian melepaskan rok dan br* yang dipakainya dan sekarang tinggal C*nya saja yang masih tersisa.

Kembali aku menelan ludah. Dan pandanganku terpaku pada gundukan di balik cel*na d*lam mpok Alfa. Betapa montoknya gundukan m*m*k mpok Alfa. Lalu mpok Alfa berbaring telentang, kemudian dengan gerakan perlahan, mpok Alfa mulai menurunkan C* sehingga terlepaslah sudah.

Aku yang masih duduk agak jauh dari posisi m*m*k mpok Alfa cuma bisa menahan ga*rah yang menggelegak di dalam jantung dan hatiku. Benar saja, m*m*k mpok Alfa sangat tebal, dagingnya terlihat begitu mengga*rahkan. Dengan bulu yang lebat, semakin membuatku tidak karuan rasanya.

“Katanya pengen ngeliat, sini dong liatnya dari deket Wan”, kata mpok Alfa.
“I iya pok”, sahutku terbata sambil mendekatkan wajahku ke selangk*ngan mpok Alfa.
Dia melebarkan kedua p*hanya sehingga membuka jalan bagiku untuk lebih mendekat ke m*m*knya.

“Niih, puas-puasin deh liatin m*m*k mpok, Wan”. kata mpok Alfa.
Setelah dekat, apa yang kulihat sungguh membuatku tidak kuat untuk tidak gemetar. Belahan daging yang kulihat ini sangat indah, berwarna merah, bulunya lebat sekali menambah keindahan.

Di bagian atas, mencuat daging kecil yang seperti menantangku untuk menj*mahnya. Aromanya, sebuah aroma yang aneh, namun membuatku semakin h*rny.
“Udah? Cuma diliatin aja? Nggak mau nyium it*l mpok?” pancing mpok Alfa sambil dua jari tangan kanannya menggosok-gosok daging kecil yang mencuat di bagian atas m*m*knya.

“Mm.. Mmau pok. Mau banget”. kataku antusias.
Lalu tangan mpok Alfa menekan kepalaku sehingga semakin dekat ke m*m*knya.
“Ya udah c*um dong kalo gitu, it*l mpok udah nggak tahan pengen Irwan c*umin, jil*tin, gig*tin”.

Dan bib*rkupun menyentuh it*lnya, kukecup it*lnya dengan n*fsu yang hampir membuatku pingsan. Aroma kew*nita*n mpok Alfa semakin keras menerpa hidungku. Mpok Alfa mendes*h saat bib*rku menyentuh it*lnya. Lalu kejil*ti it*lnya dengan semangat, tidak hanya it*lnya, tapi juga bib*r m*m*k mpok Alfa yang tebal itu aku jil*ti.

J*lat*nku membuat mpok Alfa mengejang seraya mendes*h dan meng*rang hebat.
“Sshh.. Aarrgghh.. Gitu Waann.. Oogghh..”
Suara rint*han dan des*han mpok Alfa membuatku semakin berga*rah menjil*ti seluruh bagian m*m*k mpok Alfa. Bahkan sekarang kumasukkan l*dahku ke dalam jepitan bib*r m*m*k mpok Alfa.

Tangan mpok Alfa menekan kepalaku, sehingga wajahku semakin terbenam dalam selangk*ngan mpok Alfa. Agak susah juga aku bernafas, tapi aku senang sekali. Kumasukkan l*dahku ke dalam lub*ng nikmat mpok Alfa, lalu ku jelajahi lorong m*m*knya sejauh l*dahku mampu menjangkaunya.

Tiba-tiba, kurasakan l*dahku seperti ada mengem*t. Luar biasa, rupanya m*m*k mpok Alfa membalas permainan l*dahku dengan denyutan yang kurasakan seperti mengem*t l*dahku. Tubuh mpok Alfa menggelinjang keras, pinggulnya berputar sehingga kepalaku ikut berputar.

Tapi itu tidak menghentikan permainan l*dahku di dalam jepitan daging m*m*k mpok Alfa. Des*han mpok Alfa semakin keras begitu juga dengan gerakan pinggulnya, aku semakin bersemangat menjil*ti, dan sesekali aku menjepit it*lnya dengan kedua bib*rku, dan rupanya ini sangat membuat mpok Alfa terangs*ng, terbukti setiap kali aku menjepit it*lnya dengan bib*r, mpok Alfa mengejang dan mendes*h lebih keras.

“Sshh, aarrghhgghh, Wan, itu enak banget waan..”
Tapi, putaran pinggul mpok Alfa terhenti, sebagai gantinya, sesekali dia menghentakkan pant*tnya ke atas. Hentakan-hentakan ini membuat wajahku seperti mengangguk-angguk.

Er*ngannya semakin keras, dan tiba-tiba dia menjerit kecil, tubuhnya mengejang, pant*tnya diangkat keatas, sedangkan tangannya menekan kepalaku dengan kencang ke m*m*knya. Dan kurasakan di dalam m*m*k mpok Alfa ada cairan yang membanjir dan ada rasa gurih yang nikmat sekali pada l*dahku.

Desahan mpok Alfa seperti sedang menahan sakit. Tapi belakangan baru aku tahu bahwa ternyata mpok Alfa sedang mengalami org*sme. Dan pant*t mpok Alfa berputar pelan sambil terkadang terhentak keatas, dan tubuhnya meng*jang. Sementara itu, cairan yang membanjir keluar itu ada yang tertelan sedikit olehku, tapi setelah aku tahu bahwa rasanya enak, akupun menjil*ti sisa cairan yang masih mengalir keluar dari m*m*k mpok Alfa.

Mpok Alfa kembali menggeliat dan meng*rang seperti orang sedang menahan sakit. Kepalaku masih terjepit dip*hanya, dan mulutkupun masih terbenam di m*m*knya. Tapi aku tak peduli, aku menikmati sekali posisi ini. Dan tak ingin cepat-cepat melepaskannya.

Tak lama kemudian, mpok Alfa merenggangkan p*hanya sehingga kepalaku bisa bebas lagi. Kemudian mpok Alfa menarik tanganku. Aku mengikuti tarikannya, badanku sekarang menindih tubuhnya, kambali bib*r kami berpagutan. L*dah saling belit dalam gelora n*fsu kami.

Lalu mpok Alfa melepaskan c*umannya dan berkata, “Wan, terima kasih ya. Enak banget deh. Mpok puas. Ayo sekarang giliran mpok”.
Mpok Alfa bangun dari tidurnya dan akupun duduk. Dia mulai membuka pakaianku dimulai dari kemejaku. Setiap kali satu kancing baju terlepas, mpok Alfa mengecup bagian tubuhku yang terbuka.

Dan saat semua kancing sudah terlepas, mpok Alfa mulai menjil*ti d*d*ku, pent*lku dised*tnya. Aku merasakan sesuatu yang aneh namun membuatku semakin bern*fsu. Sambil menjil*ti bagian atas tubuhku, tangan mpok Alfa bekerja membuka celana panjangku dan melemparkannya ke lantai.

Sekarang aku hanya tinggal mengenakan C* saja. Mpok Alfa menyuruhku berbaring telentang. Aku menurut. Lalu C* ku diperosotkannya melalui kakiku, aku membantu dengan menaikkan kakiku sehingga mpok Alfa lebih mudah melepaskan C*ku. Dunia seperti terbalik rasanya saat tangan mpok Alfa mulai menggenggam t*titku dan mengelus serta meng*c*knya perlahan.

“Lumayan juga t*tit kamu Wan. Gede juga, keras lagi”. celetuk mpok Alfa.
Tak membuang waktu, mpok Alfa segera menurunkan wajahnya sehingga mulutnya menyentuh kepala t*titku. Dikecupnya kepala t*titku dengan lembut, kemudian dikeluarkannya l*dahnya, mulai menjil*ti kepala, lalu b*tang dan turun ke.. B*jiku.

Semua dilakukannya sambil meng*c*k t*titku dengan gerakan halus. L*dahnya bergerak turun naik dengan lincahnya membuatku semakin tidak terkendali. Aku mendes*h dan meng*rang merasakan kenikmatan dan sensasi yang mpok Alfa berikan. Sungguh luar biasa permainan l*dah mpok Alfa.

Setelah beberapa lama, mpok Alfa menghentikan l*dahnya. Rupanya dia sudah merasa bahwa tingkat er*ksiku sudah cukup untuk memulai permainan.
“Udah Wan, sekarang Irwan masukkin k*nt*l Irwan ke m*m*k mpok. Adduhh, mpok udah nggak sabar pengen disiram sama perjaka. Biar mpok awet muda Wan”. kata mpok Alfa.

Aku tak mengerti maksud mpok Alfa, tapi yang jelas, sekarang mpok Alfa kembali tiduran dan menyuruhku mulai mengambil posisi di atasnya. Mpok Alfa melebarkan kedua kakinya sehingga aku bisa masuk di antara kakinya itu. Kemudian mpok Alfa memegang t*titku dan mengarahkannya ke m*m*knya yang sudah menanti untuk kumasuki.

Mpok Alfa meletakkan t*titku di depan m*m*knya, kemudian berkata, “Nah, sekarang teken Wan”.
Aku tidak menunggu lebih lama lagi. Segera kutekan t*titku memasuki kegelapan m*m*k mpok Alfa. Kurasakan t*titku seperti dijepit daging yang sangat keras namun lembut dan kenyal, agak licin tapi sekaligus juga agak seret.

“Aagghh.. Pelan dulu Wan”, pinta mpok Alfa.
Saat kepala t*titku sudah masuk, mpok Alfa menggoyangkan pinggulnya sedikit, membuatku semakin mudah untuk memasukkan seluruh t*titku. Dan akhirnya terbenamlah sudah t*titku di dalam m*m*knya.

Jepitannya kuat sekali, namun ada kelicinan yang membuatku merasa seperti di dalam sorga. Kemudian mpok Alfa terdiam. DIa berkonsentrasi agaknya, karena tahu-tahu kurasakan t*titku seperti disedot oleh m*m*k mpok Alfa. Ya ampuun, rasanya mau meledak tubuhku merasakan denyutan di m*m*k mpok Alfa ini.

T*t*tku seperti dijepit dan tidak bisa kugerakkan. Seperti ada cincin yang mengikat t*titku di dalam m*m*k mpok Alfa. Aku agak bingung, karena aku tidak bisa bergerak sama sekali.
“Mpok, apa nih?” aku bertanya.
“Enak nggak Wan?” tanya mpok Alfa.

“Iya pok, enak banget. Apaan tuh tadi pok?” aku kembali bertanya.
Mpok Alfa tidak menjawab, hanya tersenyum penuh kebanggaan. Kemudian mpok Alfa melepaskan jepitan m*m*knya pada t*titku.
“Sekarang kamu gerakin keluar masuk t*tit kamu ya Wan”. perintah mpok Alfa.

Dan akupun mulai permainan sesungguhnya, kugerakkan t*titku keluar masuk di lorong kenikmatan mpok Alfa. Setiap gerakan yang kubuat menimbulkan sensasi yang luar biasa, baik untukku maupun untuk mpok Alfa. Mula-mula pelan saja gerakanku, tapi lama-lama, mungkin karena n*fsu yang semakin besar, gerakanku semakin cepat.

Dan mpok Alfa mengimbangi gerakanku dengan putaran pinggulnya yang mengombang-ambingkan tubuhku. Putaran pinggul mpok Alfa membuat seperti ada yang mau meledak dalam diriku.
“Hhgghh.. Oogghh.. Sshh, Waann. Kamu jago banget waann”.. des*h pok Alfa.

Aku tidak tahu apa maksudnya, namun pujiannya membuatku semakin memacu motorku menerobos kegelapan di lorong mpok Alfa. Lalu mpok menghentikan putaran pinggulnya dan melingkarkan kakinya ke kakiku sehingga kembali aku tidak bisa bergerak leluasa.

“Wan, sekarang kamu diem aja, kamu rasain aja mpot ayam mpok”. perintahnya.
Lagi, aku tak tahu apa maksudnya, namun mpok Alfa menc*um bib*rku dan l*dahnya mengajakku berpagutan kembali.
“Mpok udah mau keluar lagi nih wan, kita barengin ya sayang, mpok tanggung pasti enak deh”. kata mpok Alfa.

Tubuh mpok Alfa diam, namun kurasakan t*titku seperti dijepit dan dipijit dengan lembut, benar-benar luar biasa m*m*k mpok Alfa. Kembali desakan lahar dalam diriku menuntut dikeluarkan. Dan denyutan m*m*k mpok Alfa terus saja mengem*ti t*titku membuatku merem melek. Dan akhirnya aku benar-benar tidak kuat menahan lahar yang mendesak itu.

“Mpookk.. Adduuhh.. Sayaa..” aku tidak dapat meneruskan kata-kataku, tapi mpok Alfa rupanya mengerti bahwa aku sudah hampir mencapai klim*ksku.
“Tahan Wan, mpok juga mau nyampe nih, Barengin ya Wan”. kata mpok Alfa.

Aku tak peduli, karena aku tidak bisa menahannya, dengan er*ngan panjang, aku merasakan t*titku mengeras dan tubuhku mengejang. Kuhunjamkan t*titku dalam-dalam ke m*m*k mpok Alfa, dan menyemburlah lahar yang sudah mendesak dari tadi ke dalam m*m*k mpok Alfa.

“Mpookk.. Aagghh..” Croott Crroott Mpok Alfapun menjerit kecil dan tubuhnya menegang, tangannya memeluk dengan kuat. Di dalam kegelapan m*m*k mpok Alfa, semprotan air man*ku bercampur dengan banjirnya air m*ni mpok Alfa. Aku tak bisa mengungkapkan bagaimana enaknya sensasi yang kurasakan.

Pinggul mpok Alfa bergetar, dan menghentak dengan kerasnya. M*m*knya berdenyut-denyut, enak sekali. Banyak sekali lahar yang kumuntahkan di m*m*k mpok Alfa, ditambah lahar mpok Alfa, rupanya tidak mampu ditampung semuanya, sehingga sebagian meleleh keluar dari m*m*k mpok Alfa dan turun ke belahan pant*tnya.

Lama kami berdiam dalam posisi masih berpelukan, t*titku masih terbenam di m*m*k mpok Alfa. Tubuh kami bersimbah peluh, nafas kami masih memburu. Kemudian, mpok Alfa tersenyum, lalu menc*umku.
“Kamu hebat banget Wan. Baru pertama aja udah bisa bikin mpok puas. Gimana nanti kalo udah jago”. kata mpok Alfa.

 

“Pok, Ma kasih ya pok. Enak banget deh tadi pok”. kataku.
“Sama-sama Wan, mpok juga terima kasih udah dikasih perjaka kamu. Besok mau lagi nggak?” tantang mpok Alfa.
“Mau dong pok, siapa yang nggak mau m*m*k enak kayak gini”. jawabku sambil mengecup bib*rnya. Dan kamipun kembali berpagutan.