Kurasa tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku, serta tempat dan alamatku sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah menikah hampir lima belas tahun lamanya.
Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku cukup beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan dapat dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan kecemburuan para tetanggaku. Isteriku bernama Septiana. Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang lain miliki, yaitu keinginan s*x yang tinggi.
Mungkin para pembaca tidak percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada s*x. Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.
Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel, sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, wooow busyet.., selain masih muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat putih mulus.
Mereka pun sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Yusri dan Mbak Dini. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di teras rumahnya atau sebaliknya.
Pada suatu malam, saya seperti biasanya berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Yusri menawariku nonton VCD *** yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang membuatku kaget, tiba-tiba isteri Yusri ikut nonton bersama kami.
“Waduh, gimana ini Yusri..? Nggak enak nih..!”
“Nggak apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa dipegang.
Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res diajak sekalian.” katanya menyebut isteriku.
Aku tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah.
“Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?” kata isteriku ketika kuajak.
Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Yusri. Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Yusri, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat isterinya sedang minum teh.
Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang yang tadi malam. Aku bilang Septiana tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja tidur. Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku.
Tapi ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Septiana tidak banyak protes.
Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kem*luan Septiana kuj*lati sampai tuntas, bahkan kus*dot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi.
Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa yang kulakukan terhadapnya. Septiana langsung memegang kem*luanku dan meng*lumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan.
“Mas.., sekarang Mas..!” pinta isteriku memelas.
Akhirnya aku mendekatkan kem*luanku ke lubang kem*luan Septiana. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang. Setelah kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya,
“Kok Mas tiba-tiba nafsu banget sih..?”
Aku diam saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Dini lah yang menaikkan tensiku pagi ini. Sorenya Yusri datang ke rumahku, “Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?” tanyanya setelah kami berbasa-basi.
“Maksudmu apa Yusri..?” tanyaku heran.
“Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Septiana bergulat setelah ngobrol dengannya.”
Loh, aku heran, dari mana Dini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling berhadapan. Yusri langsung menambahkan, “Nggak usah malu Mas, saya juga maniak Mas.” katanya tanpa malu-malu.
“Begini saja Mas,” tanpa harus memahami perasaanku, Yusri langsung melanjutkan, “Aku punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?”
“Acara apa Yusri..?” tanyaku penasaran.
“Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?”
“Pesta apaan..? Gila kamu.”
“Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?”
Malamnya, menjelang pukul 20.00, Yusri bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada s*x. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan.
Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Yusri dari rumahnya. Tiba-tiba saja nafs*ku bangkit, aku mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku.
Kulihat Yusri juga menarik isterinya dan menc*umi bibirnya. Aku semakin ter*ngs*ng, Septiana juga semakin b*******h. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama Septiana sudah tel*njang bulat, entah kapan aku menel*nj*nginya.
Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafs*ku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku. Kuperhatikan Yusri perlahan-lahan mendudukkan Dini di meja yang ada di depan kami, mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke atas.
Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Dini juga tinggal hanya mengenakan ** dan cel*na d*lamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang.
Perlahan-lahan Yusri membuka ** Dini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka.
“Kegilaan apa lagi ini..?” batinku.
Seolah-olah Yusri mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan n*fsu yang menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh Yusri.
Kemudian kudekati Dini yang kini tinggal hanya mengenakan cel*na d*lam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku melakukannya dengan orang lain, kur*ba pah*nya yang putih mulus dengan lembut. Sementara Yusri kulihat semakin beringas menc*umi sekujur tubuh Septiana yang biasanya aku lah yang melakukannya.
Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kem*luan Dini. Kuelus bagian itu, walau masih tertutup cel*na d*lam, tetapi aroma khas k*************a sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas cel*na d*lamnya dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja.
Nampak bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua p*ha Dini ini.
“Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!” erang Dini seolah sudah siap untuk melakukannya.
Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini.
Kutatapi seluruh bagian tubuh Dini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja.
Kemudian kuj*lati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba k*********a yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal. Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut k*********a sudah mulai basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam. “Sshh.., akh..!” Dini mengg*linj*ng nikmat.
Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Dini mendesis. Kini mulutku menuju dua bukit menonjol di d**a Dini, kuh*sap bagian put*ngnya, tubuh Dini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kem*luanku, menggenggam dengan kedua telapaknya seolah takut lepas.
Posisi Dini sekarang berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kem*luanku tepat ke mulutnya. Perlahan dia mulai menj*lati kem*luanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar hebat. Dini memasukkan kem*luanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir aku tidak sanggup menikmatinya.
Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas Sofa Yusri dan isteriku seperti membentuk angka **. Septiana ada di bawah sambil meng*lum kemaluan Yusri, sementara Yusri menj*lati kem*luan Septiana.
Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami. Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kem*luan Dini, dia melenguh hebat hingga kem*luanku terlepas dari mulutnya.
Gantian aku sekarang yang menc*umi k*********a. Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pah*nya yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam k*********a sambil kupermainkan di dalamnya.
Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafs*ku. Sekarang Dini terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kem*luanku ke lubangnya. Cepat-cepat kurengkuh kedua pah*nya dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan kubuka pah*nya lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kem*luanku sambil berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senj*taku menuju lub*ng milik Dini.
Ketika kepala kem*luanku memasuki lubang itu, Dini mendesis, “Ssshh.., aahhk.., aduh enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!”
Dengan pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin karena selama ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Tanganku sekarang sudah meremas p******a Dini dengan lembut sambil menYusrinya. Mulut Dini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera k*lumat bibir itu hingga Dini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Dini berontak.
Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Yusri dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pant*tku masih naik turun di antara kedua pah* Dini.
Luar biasa kem*luan Dini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kem*lu*nku seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Dini merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara helaan napasnya memburu terengah-engah.
Posisi sekarang berubah, Dini sekarang membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya dari belakangnya dengan berdiri memasukkan kem*luanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran kem*luanku lumayan besar, lubang kem*luan Dini juga semakin ketat karena membungkuk.
Kukangk*ngkan kaki Dini dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan senj*taku. Kali ini berhasil, tapi Dini melenguh nyaring, perlahan-lahan kudorong kem*luanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Dini membasahi lubang dan kem*luanku hingga terasa nikmat sekarang.
Kembali kudorong senj*taku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pant*tku maju mundur beraturan. Sepertinya Dini pun menikmati gaya ini. Buah d**a Dini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari pant8tku.
Kur*mas buah d**a itu, kulihat Dini sudah tidak kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Dini semakin kuat. Tubuhku terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kem*luanku. Aku masih berusaha menahannya.
Segera aku mencabut kem*luanku dan membopong tubuh Dini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Dini tel*ntang di bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kem*luan Dini menyembul mendongak ke atas menantangku.
Segera kumasukkan senj*taku kembali ke dalam lubang kem*luan Dini. Pant*tku kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Dini semakin tidak karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Dini memelukku sekuat-kuatnya.
Goyanganku pun semakin menjadi. Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kem*luanku. Dini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan mengg*gitnya sekuatnya, Dini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.
Mulutku terasa asin, ternyata bibir Dini berd*rah, tapi seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di lantai. Di atas sofa Yusri dan isteriku ternyata juga sudah mencapai puncaknya. Kulihat Septiana tersenyum puas. Sementara Dini tidak mau melepaskan kem*luanku dari dalam k*********a, kedua ujung tumit kakinya masih menekan kedua pant*tku.
Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar dari kem*luanku masuk ke liang milik Dini. Kulihat Dini tidak memperdulikannya. Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya kem*luanku terlepas dari kemaluan Dini. Dini tersenyum puas, walau kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Septiana juga tersenyum, hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar mandi.
Hingga saat ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku. Yusri dan Dini sekarang sudah pindah dan kembali ke Jakarta. Sesekali kami masih berhubungan lewat telepon. Mungkin aku tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Pernah suatu waktu Dini berkunjung ke rumah kami, kebetulan aku tidak ada di rumah. Dia hanya ketemu dengan isteriku.